Ngobyek Pigura Bupati-Wabup, Pejabat Disdik Bisa Terseret Dugaan Pidana Korupsi

Ngobyek Pigura Bupati-Wabup, Pejabat Disdik Bisa Terseret Dugaan Pidana Korupsi

KARAWANG - Dugaan ngobyek proyek pigura bergambar bupati dan wakil bupati yang dilakukan oleh oknum pejabat Disdik Karawang mencuat ke publik usai pelaksana yang mendapat kerjaan membuat pigura mengaku belum menerima bayaran sepeser pun dari total kegiatan Rp 1,5 M. Di balik itu, adanya dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat memaksa sekolah membeli pigura dengan harga yang terbilang sangat mahal sambil mengangkangi aturan penggunaan dana BOS perlu diusut oleh penegak hukum. Masyarakat Karawang dibuat heboh dengan munculnya pemberitaan seorang pengusaha ‘berteriak’ meminta bayaran proyek pigura bergambar bupati-wakil bupati Karawang. Nilainya Rp 1,5 M. Pengusaha itu mengaku sudah buntung bukan hanya karena kerjaanya yang belum dibayar, tapi juga sebelum mendapat pekerjaan membuat pigura, ia sudah terlebih dahulu setor uang ratusan juta. Sang pengsusaha yang belakang diketahui bernaama Ade Solihat ini mengaku mendapat pekerjaan dari seorang timses Cellica-Aep saat Pilkada lalu bernama Dedi (relawan CLBK, red). Uang setoran awal pun ia kirim kepada Dedi. Bukti transfernya pun masih ia pegang. Ia percaya karena pada saat itu ia diberikan sebuah surat yang isinya kurang lebih menunjuk Dedi menjadi pelaksana pembuatan Pengangadaan pigura bupati-wakil bupati. Belakangan Kepala Dinas Pendidikan Karawang, Asep Junaedi meresponsnya. Ia menyebut tak ada anggaran untuk proyek atau kegiatan pengadaan pigura. Ia pun menyangkal telah menandatangani surat penunjukan kepada Dedi untuk menyediakan pigura bergambar bupati dan wakil bupati. Asep menjelaskan, setiap pekerjaan dinas itu bermodalkan SPK dan setiap kegiatan disdik yang sifatnya project pasti tercantum dalam perencanaan. Bahkan, pembelanjaan sekolah juga jelas tercantum dalam RKAS melalui Siplah. “Disdik sama sekali tidak menginput dalam rencana umum terkait pengadaan pigura tersebut,â€ terangnya. Yang dikatakan Asep betul. Tak ada anggaran untuk pembelian atau pengadaan pigura bupati-wakil bupati di Dinas Pendidikan. Itu juga menjadi ruang bagi dia membela diri jika surat yang berisikan penunjukan kepada Dedi bukan tanda tangan dia. Hanya saja, meski Asep membantah surat penunjukan itu palsu, dan memang tak ada anggaran pembelian pigura, namun belakangan ada surat bertempel dan atas nama salah Kabag Umum dan Kepegawaian Disdik, Ade Wibawa yang berisikan pemberitahuan jika sekolah harus menyetorkan uang pembayaran piguran satu pintu kepada Dedi. Sejumlah sekolah di berbagai dapil dan kecamatan didatangi oleh KBE untuk mendapat konfirmasi kebenaran mendapat surat itu. Semuan sekolah yang dikonfirmasi oleh KBE membenarkan telah menerima surat itu. Hanya saja sebagian sekolah mengaku tidak menyetorkannya ke Dedi sebagaiaman isi surat yang ditandatangani oleh Ade Wibawa. Tapi uangnya dikoordinir oleh korwilcambidik. Besarannya berbeda. Di Cilamaya misalnya, sejumlah sekolah mengaku menytor uang atau membayarkannya sebesar Rp 250 ribu untu sepasang pigura bergamabar bupati dan wakil bupati. Di Cikampek, sekolah membayarnya Rp 300 ribu. “Kepala sekolah sudah bayar lewat korwilcamdik. Walaupun awalnya nentang, mau gimana lagi bayar Rp. 250 ribu dapat 2," ucap salah seorang kepala sekolah di Cilamaya Wetan. "Iya itu dari kantor pigura-pugura, dari korwil., " kata kepala sekolah di Kecamatan Cikampek yang juga meminta identitasnya tidak ditulis. Di lain sisi KBE mencoba membandingkan harga pigura dari penjualan cetak foto dan bingkai di sekitar Cikampek. Dengan ukuran yang sama berukuran a4 atau 10r, harganya hanya di kisaran 45-60 ribu per pcs. Atau Rp 90-120 ribu per pasang. Adanya selisih harga yang sangat tinggi, membukan potensi adanya dugaan mark up atau main-main harga. Adanya surat yang dikeluarkan Ade Wibawa juga berpotensi ia bisa melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan. Tak hanya itu saja, sekolah-sekolah yang membeli itu pun terpaksa harus menggunakan dan BOSnya tidak sesuai juknis penggunaan dan BOS yang harus terlebih dahulu masuk ke dalam RKAS dan membelinya melalui Siplah. Di tempat terpisah, Ade Wibawa saat ditemui awak media membenarkan telah mengeluarkan rekomendasi pengadaan pigura foto bupati dan wakil bupati Karawang untuk 11 Korwilcambidik. Dengan syarat tidak ada pemaksaan dan memberatkan pihak sekolah. “Untuk pengadaan pigura foto ini, 11 Kecamatan jelas ada rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang ( Kadisdik ), hanya dengan syarat tidak memberatkan ke sekolah,â€ kata Ade. “Ketua CLBK ingin memasukan Pigura Foto, ya, Silahkan saja jika ada dananya, karena sebenarnya pengadaan Pigura Foto ini tidak ada dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), namun karena pigura itu sudah masuk ke kecamatan, sehingga muncul 11 kecamatan yang di kirim,â€ jelasnya. Mengapa hanya 11 kecamatan, lanjut Ade, karena sebelum Ketua CLBK mendatangi dirinya, sudah ada Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) yang menawarkan program serupa dengan harga yang lebih murah. “Sebelum CLBK turun, sudah datang terlebih dahulu K3S yang juga menurunkan program yang sama. Karenanya kami bagi K3S di 9 Kecamatan, sehingga CLBK cuma kebagian di 11 Kecamatan,â€ ujar Ade menyebutkan. Menurut Ade, untuk satu pasang pigura foto K3S menawarkan Rp. 250 ribu dengan ukuran lebih besar dari yang ditawarkan oleh CLBK sebesar Rp. 300 ribu per pasangnya. “K3S itu hanya Rp. 250 ribu, CLBK Rp. 300 ribu. Dan ternyata Korwilcambidik tidak mau membayar Rp. 300 ribu hanya sebesar Rp. 150 ribu,â€ ujarnya seraya menunjukan perbandingan ukuran antara pigura foto CLBK dengan dari K3S. Di sisi lain, praktisi hukum, Alex Safri mengherankan jika di satu sisi Kadisdik Karawang Asep Junaedi menyebut surat penunjukan pengerjaan pembuatan atau pengadaan figura kepada Dedi adalah surat palsu, namun di sisi lain surat penerimaan barang dan sistem pembayarannya juga diarahkan langsung oleh kabid. "Jika mengatakan surat rekomendasi yang diterbitkan kepala dinas pendidikan kabupaten Karawang yang diakui surat palsu, persoalannya kenapa surat penerima barang itu diakui oleh kepala dinas pendidikan dan ditandatangani oleh kabid dan juga diarahkan sistim pembayarannya oleh kabid dan untuk di alokasikan ke SD maupun SMP di kabupaten Karawang. Kenapa sudah timbul permasalahan? Baru mereka tidak mengakui ," Kata Alex. Alex juga mempersoalkan, perihal Dinas Pendidikan yang mengarahkan sekolah untuk membeli pigura bupati dan wakil bupati. "Yang jadi pertanyaan kami, alokasi dana figura itu dari mana ? kalau memang alokasi diambil dari dana BOS ada juklas dan juknisnya dong, karena dana BOS itu untuk sekolah bukan pigura. Masalah nya dinas pendidikan mengarahkan kepada sekolah untuk membayar pigura bupati dan wakil bupati, seharusnya dinas pendidikan harus menyiapkan anggaran untuk membeli pigura yang ditunjuk kepada kontraktor penyedia barang dan jasa, jangan ngambil dari dana bos kalau dana bos sudah jelas peruntunkannya,â€ kata dia. "Sesuai dengan pasal 263 sesuai kitab undang-undang Hukum pidana, dan apabila terjadinya markup di dalam proyek figura dan adanya pengguanan pembayaran menggunakan dana bos itu masuk tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 ayat 3 uu tindak pidana korupsi," tukasnya. (cr1/cr2/wyd/mhs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: